Sabtu, 30 Januari 2016

Terbentuknya Sangga Pattimura part 2




Assalamualikum. wr. wb.
Selamat pagi/siang/sore/malam kawan-kawan! (hening….)

Pada kesempatan kali ini saya akan melanjutkan cerita mengenai “Terbentuknya Sangga Pattimura”. Dalam postingan sebelumnya, saya menceritakan sampai permainan. Permainan apakah itu? Tidak usah banyak bicara, tak perlu banyak tenaga, ini terlalu cepat(baper jika mengingat lagu ini… Jadi curhat? Abaikan!). Langsung saja, mangga disimak.

Setelah apel siang selesai, jika tidak salah (berarti benar) diadakanlah sebuah permainan(bisa dikatakan permainan, bisa dikatakan tidak). Salah satu kakak Bantara meniup pluit/periwit dengan jari tangan membentuk lingkaran yang artinya kami diinstruksikan untuk membuat lingkaran kecil. Antara Kak Putra dan Kak Putri dipisah menjadi dua lingkaran yang berbeda(tidak mungkin sama, no muhrim). Kami pun segera membuat lingkaran kecil, meskipun waktu yang dibutuhkan untuk membereskannya cukup lama. Setelah semuanya beres, kakak Bantara menginstruksikan agar kami memberikan tongkat (entah ke sebelah kanan, entah ke sebelah kiri) sambil menyanyikan lagu “Mars Ambalan” dan ketika berhenti kami harus stop dan berlari mendekati salah satu kakak Bantara. Satu kakak Bantara maksimal hanya diperbolehkan untuk menerima 10 orang(jika tidak salah). Saya berpikir bahwa hal ini untuk menentukan pembagian sangga dan pembimbingnya(waktu itu belum tahu kakak angkat).

Permainan pun dimulai, kami menyanyikan lagu “Mars Ambalan” dengan cukup keras dan bersemangat(meskipun memang tidak semua hafal liriknya), kira-kira beginilah bunyinya:

“Dulu aku bercita-cita menjadi seorang Pramuka… Berdiri tegap gagah perkasa tunaikan tugas yang mulia… Kini aku sedang ditempa di kampus SMA Negeri 2… Tinggalkan ayah tinggalkan ibu tunaikan tugas yang mulia… Saya tahan sakit-sakit jangan masuk rumah sakit… Saya tahan menderita siang malam ku ditempa… Walau dir”

Sedang asyik-asyiknya berekspresi, tiba-tiba terdengar suara peluit pertanda saya harus mencari salah seorang kakak bantara. Saya langsung berlari ke sana kemari, tetapi semuanya sudah penuh(pas 10 orang). Saya kebingunan mencari kakak bantara yang masih mempunyai tempat untuk saya(jangan baper! Abaikan!). Akhirnya saya pun mendapat tempat dan ikut bergabung ke kelompok tersebut(saya lupa nama kakak Bantaranya siapa, maklum latihan pertama).

Setelah berkumpul kami disuruh berbaris dengan rapih sesuai kelompok menghadap ke sebelah utara. Saya berbaris di bagian belakang (maklum sesuai ketinggian, yang … barisnya di belakang). Saya melihat keadaan sekitar, khususnya anggota kelompok saya. Saya kebingungan(bingung kamu bingung?), karena dalam kelompok tersebut tidak ada seorang pun yang saya kenal. Saya hanya bisa pasrah, mungkin ini jalan terbaik agar saya dapat lebih bersosialisasi dengan lingkungan yang baru(asik…).

Tiba-tiba kakak Bantara yang mempunyai komando, memberi komando, “Hadap kiri gerak!”. Kami pun melakukan hadap kiri, sehingga sekarang kami menghadap ke sebelah barat. “Inilah sangga kalian, mulai sekarang kalian harus saling kerja sama satu sama lain” begitu kira-kira kata salah seorang Kakak Bantara. Saya cukup kaget, ternyata kelompok yang tadi beranggotakan sepuluh orang bukanlah sangga, tetapi hanya bagian dari pembentukan sangga. Saya baris paling kiri, otomatis ketika hadap kiri saya yang baris paling depan. Saya melihat ke belakang dan terlihat ada tiga orang yang se-SMP, yaitu Dede Ramdhani, M. Rizki Irvansyah, Ari Danu Subagja dan satu orang yang sekelas dengan saya, yaitu Agus Furqon. Saya merasa lega, karena saya mendapat teman sangga yang sudah saya kenal, sehingga lebih mudah untuk berkomunikasi.

Setelah itu, salah seorang kakak Bantara menginstruksikan untuk menunjuk ketua, sekretaris, dan bendahara sangga dalam waktu yang cukup singkat(lupa lagi waktunya berapa hitungan). Spontan saya langsung berlari ke belakang sambil menanyakan siapa yang ingin jadi ketua, sekretaris, dan bendahara. “Siapa yang mau jadi ketua? Siapa yang mau jadi bendahara?...” begitulah kira-kira saya menanyakannya dengan suara yang cukup keras. Saat saya menanyakan hal tersebut, ada salah seorang kakak bantara menepuk pundak saya dan berkata, “Kamu aja yang jadi ketuanya”. Saya tidak ingat siapa, karena pada saat itu saya dalam keadaan riweuh alias pusing. Saya tidak ingin menjadi ketua, karena sebenarnya saya ingin fokus dulu ke pelajaran di sekolah(asik….). Akhirnya Dede lah yang menjadi ketua, saya menjadi sekretaris(realitanya lebih riweuh dari ketua), dan bendaharanya adalah Raka. Kemudian saya menulis data anggota dan menyerahkannya ke salah seorang kakak Bantara.

Setelah menyerahkan data anggota sangga, kami diberikan kertas nama sangga. Nama sangga yang kami dapatkan dapat dibilang lebih gampang dihafal dari nama sangga yang lain. Nama sangga yang lain diantaranya, Lambertus Nicodemus, Kusuma Atmaja, Renggong apa gitu dan nama sangga kami adalah pahlawan yang ada di uang seribu rupiah, yaitu “Patimura”.

Kakak bantara memberikan pesan agar kami saling mengenal satu sama lain dan tak lupa untuk menulis biografi sangga di buku catatan Pramuka. Selain itu kami diwajibkan untuk mencari kakak angkat dari salah satu kakak Bantara. Untuk menjadikan kakak angkat, kami harus meminta persetujuan dan mencari biodata mengenai kakak Bantara yang akan dijadikan sebagai kakak angkat kami.

Siapakah yang akan menjadi kakak angkat dari Sangga Pattimura?(yang tahu jangan kasih tahu, yang tidak tahu jangan sok tahu!)
Bersambung…. (ke Terbentuknya Sangga Pattimura part 3)

Terima Kasih Atas Perhatiannya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar