Assalamualikum. wr. wb.
Selamat pagi/siang/sore/malam kawan-kawan! (hening….)
Pada kesempatan kali ini saya akan melanjutkan cerita
mengenai “Terbentuknya Sangga Pattimura”. Dalam postingan sebelumnya, saya
menceritakan sampai permainan. Permainan apakah itu? Tidak usah banyak bicara,
tak perlu banyak tenaga, ini terlalu cepat(baper jika mengingat lagu
ini… Jadi curhat? Abaikan!). Langsung saja, mangga disimak.
Setelah apel siang selesai, jika tidak salah (berarti
benar) diadakanlah sebuah permainan(bisa dikatakan permainan, bisa dikatakan
tidak). Salah satu kakak Bantara meniup pluit/periwit dengan jari tangan membentuk
lingkaran yang artinya kami diinstruksikan untuk membuat lingkaran kecil.
Antara Kak Putra dan Kak Putri dipisah menjadi dua lingkaran yang berbeda(tidak
mungkin sama, no muhrim). Kami pun segera membuat lingkaran kecil, meskipun
waktu yang dibutuhkan untuk membereskannya cukup lama. Setelah semuanya beres,
kakak Bantara menginstruksikan agar kami memberikan tongkat (entah ke sebelah
kanan, entah ke sebelah kiri) sambil menyanyikan lagu “Mars Ambalan” dan ketika
berhenti kami harus stop dan berlari mendekati salah satu kakak Bantara. Satu kakak
Bantara maksimal hanya diperbolehkan untuk menerima 10 orang(jika tidak salah). Saya berpikir
bahwa hal ini untuk menentukan pembagian sangga dan pembimbingnya(waktu itu
belum tahu kakak angkat).
Permainan pun dimulai, kami menyanyikan lagu “Mars
Ambalan” dengan cukup keras dan bersemangat(meskipun memang tidak semua hafal
liriknya), kira-kira beginilah bunyinya:
“Dulu aku bercita-cita menjadi seorang Pramuka…
Berdiri tegap gagah perkasa tunaikan tugas yang mulia… Kini aku sedang ditempa
di kampus SMA Negeri 2… Tinggalkan ayah tinggalkan ibu tunaikan tugas yang
mulia… Saya tahan sakit-sakit jangan masuk rumah sakit… Saya tahan menderita
siang malam ku ditempa… Walau dir”
Sedang asyik-asyiknya berekspresi, tiba-tiba terdengar
suara peluit pertanda saya harus mencari salah seorang kakak bantara. Saya
langsung berlari ke sana kemari, tetapi semuanya sudah penuh(pas 10 orang).
Saya kebingunan mencari kakak bantara yang masih mempunyai tempat untuk
saya(jangan baper! Abaikan!). Akhirnya saya pun mendapat tempat dan ikut
bergabung ke kelompok tersebut(saya lupa nama kakak Bantaranya siapa, maklum
latihan pertama).
Setelah berkumpul kami disuruh berbaris dengan rapih
sesuai kelompok menghadap ke sebelah utara. Saya berbaris di bagian belakang
(maklum sesuai ketinggian, yang … barisnya di belakang). Saya melihat keadaan
sekitar, khususnya anggota kelompok saya. Saya kebingungan(bingung kamu
bingung?), karena dalam kelompok tersebut tidak ada seorang pun yang saya
kenal. Saya hanya bisa pasrah, mungkin ini jalan terbaik agar saya dapat lebih
bersosialisasi dengan lingkungan yang baru(asik…).
Tiba-tiba kakak Bantara yang mempunyai komando,
memberi komando, “Hadap kiri gerak!”. Kami pun melakukan hadap kiri, sehingga
sekarang kami menghadap ke sebelah barat. “Inilah sangga kalian, mulai sekarang
kalian harus saling kerja sama satu sama lain” begitu kira-kira kata salah
seorang Kakak Bantara. Saya cukup kaget, ternyata kelompok yang tadi
beranggotakan sepuluh orang bukanlah sangga, tetapi hanya bagian dari
pembentukan sangga. Saya baris paling kiri, otomatis ketika hadap kiri saya
yang baris paling depan. Saya melihat ke belakang dan terlihat ada tiga orang
yang se-SMP, yaitu Dede Ramdhani, M. Rizki Irvansyah, Ari Danu Subagja dan satu
orang yang sekelas dengan saya, yaitu Agus Furqon. Saya merasa lega, karena
saya mendapat teman sangga yang sudah saya kenal, sehingga lebih mudah untuk
berkomunikasi.
Setelah itu, salah seorang kakak Bantara
menginstruksikan untuk menunjuk ketua, sekretaris, dan bendahara sangga dalam
waktu yang cukup singkat(lupa lagi waktunya berapa hitungan). Spontan saya
langsung berlari ke belakang sambil menanyakan siapa yang ingin jadi ketua,
sekretaris, dan bendahara. “Siapa yang mau jadi ketua? Siapa yang mau jadi
bendahara?...” begitulah kira-kira saya menanyakannya dengan suara yang cukup
keras. Saat saya menanyakan hal tersebut, ada salah seorang kakak bantara
menepuk pundak saya dan berkata, “Kamu aja yang jadi ketuanya”. Saya tidak
ingat siapa, karena pada saat itu saya dalam keadaan riweuh alias pusing. Saya
tidak ingin menjadi ketua, karena sebenarnya saya ingin fokus dulu ke pelajaran
di sekolah(asik….). Akhirnya Dede lah yang menjadi ketua, saya menjadi
sekretaris(realitanya lebih riweuh dari ketua), dan bendaharanya adalah Raka.
Kemudian saya menulis data anggota dan menyerahkannya ke salah seorang kakak
Bantara.
Setelah menyerahkan data anggota sangga, kami
diberikan kertas nama sangga. Nama sangga yang kami dapatkan dapat dibilang
lebih gampang dihafal dari nama sangga yang lain. Nama sangga yang lain
diantaranya, Lambertus Nicodemus, Kusuma Atmaja, Renggong apa gitu dan nama
sangga kami adalah pahlawan yang ada di uang seribu rupiah, yaitu “Patimura”.
Kakak bantara memberikan pesan agar kami saling
mengenal satu sama lain dan tak lupa untuk menulis biografi sangga di buku
catatan Pramuka. Selain itu kami diwajibkan untuk mencari kakak angkat dari
salah satu kakak Bantara. Untuk menjadikan kakak angkat, kami harus meminta
persetujuan dan mencari biodata mengenai kakak Bantara yang akan dijadikan
sebagai kakak angkat kami.
Siapakah yang akan menjadi kakak angkat dari Sangga
Pattimura?(yang tahu jangan kasih tahu, yang tidak tahu jangan sok tahu!)
Bersambung…. (ke Terbentuknya
Sangga Pattimura part 3)
Terima Kasih Atas Perhatiannya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar